Sangat sulit memang membuktikan tanpa adanya prasasti atau karya tulis sebelumnya, didalam mengungkap siapa sebenarnya Mbah Gading mataram. Apakah ada hubungan darah dengan kasultanan mataram islam, atau beliau ini istri dari Mbah Prono, atau justru Mbah gading ada sebelum peristiwa Perang Takhta Jawa Pertama terjadi sehingga Daerah dikaki gunung bromo ini kedatangan Mbah Prono dan putra-putanya dengan Joko Untung sebagaimana telah dibahas sebelumnya.
Mesan Mbah Gading, Doc Penulis 2023
Namun Keberadaan mbah Gading ini justru lebih kongret karena artefak berupa Makam Beliau yang dijadikan pepunden desa menjadi salah satu kekayaan cagar alam Desa Petung, dan disebut-sebut sebagai danyang desa.
Pepunden Mbah Gading Mataram, menjadi Cagar Budaya Sejak 2017
Doc. Penulis 2023
Mbah Gading Mataram Sebagai Danyang
Dalam kebudayaan Jawa, danyang ( dhanyang) adalah roh halus yang melindungi suatu tempat atau wilayah seperti pohon, gunung, mata air, desa, mata angin, atau bukit.
Danyang dipercaya menetap pada suatu tempat yang disebut punden. Para danyang diyakini menerima permohonan orang yang meminta pertolongan. Imbalan yang mesti diberikan kepada danyang adalah slametan. Danyang merupakan roh halus yang tidak mengganggu ataupun menyakiti, melainkan melindungi.
Danyang sebenarnya roh para tokoh pendahulu atau leluhur sebuah desa yang sudah meninggal. Para leluhur ini adalah pendiri sebuah desa atau orang pertama yang membuka lahan suatu desa.
Danyang desa, ketika masih hidup sebagai manusia, datang ke sebuah daerah yang masih berupa hutan belantara, lalu membersihkan daerah itu untuk kemudian mendirikan sebuah desa. Danyang tersebut kemudian yang berperan menjadi lurah atau pemimpin desa tersebut. Dia berhak untuk membagikan tanah kepada pengikut atau keluarganya.
Ketika meninggal danyang biasanya dimakamkan di dekat pusat desa yang kemudian menjadi punden. Maka punden menjadi tempat yang cukup dihormati di sebuah desa.
Danyang akan selalu memperhatikan kesejahteraan desanya dan melindunginya walaupun ia sudah mati. Akan tetapi, tidak semua desa mempunyai makam khusus untuk para Danyangnya.
Roh para danyang masih diyakini secara magis mengawasi dan menentukan siapa yang akan menjadi kepala desa. Roh danyang akan menjelma menjadi pulung. Beberapa orang bisa melihat pulung itu turun kepada calon yang terpilih pada malam sebelum pemilihan.
Pulung berbentuk seperti bulan yang bersinar dan bergerak menuju rumah calon kepala desa yang dikehendaki danyang. Hanya ada satu pulung untuk setiap desa, maka ketika seorang kepala desa meninggal atau mundur, pulung akan meninggalkannya dan mencari lurah baru. Para calon kepala desa biasanya melakukan banyak cara untuk menarik pulung itu, salah satunya dengan slametan.
Begitu pula diarea Punden Makam Mbah gading Mataram, dulunya ada kegiatan selamatan berupa Barik’an, yaitu tumpengan dimakam tersebut di malam Jum’at Legi yang dipimpin oleh Bapak Mudin, lambat Laun Budaya ini luntur acara barik’an dilaksanakan di masing-masing Musholah, masjid dan Rumah Warga sendiri, sebagai dampak pemahaman agama islam yang lebih matang, dari warga Petung.
Pengakuhan akan makam Mbah Gading, sebagai nenek moyang ini bukan hanya dari masyarakat Petung saja, melain ada beberapa orang diluar desa yang turut Berziarah dimakam tersebut, karena ada salah satu Kiai yang mengatakan bahwa Mbah gading yang babat alas petung merupakan istri dari Mbah Syakarudin Kebon Candi bin Mbah Soleh Semendi Winongan.
Mbah Gading mataram istri Mbah Syakarudin
Kabar bahwa mbah gading adalah istri Mbah Syakarudin, memang masyhur dikalangan pemerhati saja, penulis sendiri masih ragu, dan perlu melakukan banyak hal untuk mengklaim bahwa pernyataan ini benar adanya.
Informasi ini berkembang bermula dari salah satu Kiai, yakni Mbah Juwari orang Dongol Sibon Pasrepan[1], dimasa hidupnya Kiai ini terkenal sakti dan peka dengan hal-hal halus, dalam sejarahnya beliau adalah tokoh yang membuat irigasi (red. Larenan) yang kalua bukan Beliau yang membuka pertama kali air tidak mau mengalir ke sawah maupun ladang pertanian. Naasnya kiai yang masyhur mampu mengendalikan banjir tersebut tidak diketahui makamnya hingga kini, karena diasingkan diera orde baru dengan dalih dan fitnah dukun santet, padahal kiai tersebut adalah Pengurus NU.
Jika benar adanya Mbah gading adalah menantu dari Mbah Soleh Semendi Bin Sultan Hasanudin bin Syarif Hidayatullah (salah satu Anggota Wali Songo), maka Warga desa petung sangat bersyukur mempunyai nenek moyang yang erat hubungannya dengan penyebar Agama Islam di Pasuruan.
Makam mbah Syakarudin sendiri berada di Kebon Candi Gondang Wetan Pasuruan. Di belakang masjid tiban didesa setempat.
Makam Mbah Syakarudin Kebon Candi, Sumber Google.com 2023
[1] Wawancara Yai Rukanah